Langsung ke konten utama

Impostor Syndrome: Perasaan Ragu Terhadap Diri Sendiri

Halo IdeNovator!

Seperti yang kalian ketahui, beberapa saat yang lalu Metagraf sempat istirahat tanpa posting selama satu bulan.
Sebenarnya, penyebab utamanya adalah karena pada saat itu, saya mulai merasa ragu dengan kemampuan saya menulis. Perasaan yang saya alami itu biasa disebut dengan istilah self-doubt.
Dalam bentuk lain, perasaan self-doubt ini dikenal dengan istilah Impostor Syndrome, yaitu ketika seorang yang sebenarnya kompeten/berpengalaman, merasa bahwa dirinya tidak benar-benar tau apa yang ia lakukan.
Berdasarkan pengalaman saya, perasaan tersebut sangatlah mematikan. Impostor Syndrome telah membuat saya jadi berhenti berkarya dan kehilangan momentum dalam menulis.
Tidak hanya saya, sejak pertama kali istilah Impostor Syndrome ini di temukan pada tahun 1978, telah tercatat bahwa 70% dari populasi manusia di seluruh dunia pernah merasakannya. Bahkan para mahasiswa di universitas papan atas dunia seperti Harvard, Yale, Stanford dan MIT pun merasakan hal yang sama.
Apakah kalian pernah merasa seperti itu juga? Bagi yang pernah, sharing pengalaman kalian di kolom komentar ya.
Tapi tenang saja, setelah saya membaca buku “The Charisma Myth” karangan Olivia Fox Cabane, saya menemukan sebuah metode yang ternyata ampuh untuk menghilangkan perasaan yang mematikan ini. Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Kenali Dan Sadari Bahwa Perasaan Tersebut Normal

Seperti yang saya bilang sebelumnya, sekitar 70% dari populasi manusia di dunia juga merasakan hal yang sama. Setidaknya ada lebih dari 1 juta orang di dunia ini yang merasakan hal yang sama sekarang.
Perasaan yang kita rasa sangat besar tersebut ternyata hanyalah seperti butiran pasir di gurun yang tidak ada artinya.
Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa malu atau gelisah ketika hal itu terjadi pada diri kita.
Selain itu, kita biasanya diajarkan bahwa apabila kita merasa negatif, berarti kita adalah orang yang negatif. Seakan-akan jika itu terjadi terus menerus, suatu pertanda bahwa ada yang salah dengan diri kita.
Mindset seperti inilah yang menyebabkan pikiran negatif, emosi, ataupun pengalaman internal lainnya sulit kita atasi. Kita merasa bahwa perasaan tersebut seharusnya tidak terjadi kepada diri kita.
Jadi, selain merasa bahwa diri kita bersalah, kita juga akan merasa ‘bersalah’ karena perasaan bersalah tersebut.

2. Netralisir Pikiran Negatif

Setelah kita sadar bahwa perasaan tersebut normal, selanjutnya adalah kita harus menyingkirkan pikiran negatif terhadap perasaan tersebut.
Caranya adalah dengan menyadari bahwa pikiran kita tersebut sama sekali tidak akurat, sama seperti anak panah yang ditembak kearah target yang tidak terlihat.
Hal buruk yang selalu kita pikirkan akan terjadi, biasanya sama sekali tidak pernah terjadi.
Misalnya ketika kita berbicara dengan orang lain, lalu orang yang kita ajak bicara terlihat kesal. Bisa jadi itu bukan salah kita, melainkan itu merupakan pertanda bahwa orang tersebut sedang tidak merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Mungkin karena ia kegerahan atau faktor internal lainnya.
Ya, berprasangka buruk itu tidak perlu.

3. Tulis Ulang Kenyataan Yang Ada

Bayangkan bahwa kalian sedang membawa mobil untuk berangkat ke kampus. Ya, jalanan sedang macet. Tiba-tiba diperjalanan ada mobil sedan berwarna merah membunyikan klakson dari belakang secara terus menerus seakan menyuruh mobil kalian untuk minggir.
Apa yang akan kalian pikirkan pada saat itu?
Apakah kalian akan merasa marah dan kesal kepada orang yang membawa mobil merah tersebut?
Sekarang coba bayangkan bahwa sebenarnya mobil merah itu disetir oleh seorang suami yang membawa istrinya yang hamil dan sedang berjuang sekuat tenaga agar istrinya tersebut bisa melahirkan di rumah sakit yang ada di ujung jalan.
Apakah kalian akan masih merasa marah?
Saya yakin, jika kalian masih memiliki hati, kalian akan langsung minggir dan memberikan jalan kepada pasangan tersebut. Selain itu, kalian juga akan merasa bersyukur karena telah berbuat baik kepada mereka.
Ya, itulah kekuatan pikiran kita untuk mengubah kenyataan. Kita bisa memilih apakah kita ingin merasa marah atau merasa bersyukur.
Oke, lalu apa kaitannya dengan perasaan Impostor Syndrome ini?
Daripada kita menyalahkan perasaan Impostor Syndrome yang selalu datang, lebih baik kita berpikir bahwa mungkin kita merasa ragu karena sudah waktunya untuk kita belajar lagi dengan lebih baik.

Kesimpulan

Kita harus menyadari bahwa perasaan-perasaan negatif yang kita alami itu sebenarnya terjadi pada setiap orang dan sangat wajar terjadi. Jadi, daripada kita memikirkan sesuatu yang negatif secara terus-menerus, lebih baik kita melihat dari sudut pandang yang akan membuat kita menjadi manusia yang lebih baik.
Terimalah segala pengalaman negatif yang ada, teruslah berkarya! Good Luck!


About the author
Gilang Agustiar

An avid learner that passionate on reading, thinking, and writing. Student at Entrepreneurship SBM ITB.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Power Pose: Menjadi Percaya Diri Dalam 2 Menit

Halo IdeNovator! Kurang percaya diri. Sebuah masalah yang dialami oleh banyak orang, termasuk gue sendiri. Mulai dari ngga percaya diri ketika mau public speaking, mulai kenalan sama orang lain, ataupun inisiatif buat menyampaikan ide. Salah satu momen yang paling gue ingat dalam hidup gue adalah ketika gue mengikuti lomba marketing plan yang diadakan oleh salah satu konsultan marketing di Indonesia. Waktu itu, tim gue sempet lolos babak 16 besar dan harus presentasi di depan beberapa para juri yang merupakan ahli di bidangnya. Gue ngerasa ngga siap banget waktu itu, mulai dari materi yang kurang dipersiapkan dan juga karena itu juga merupakan pengalaman pertama gue buat berbicara di depan umum. Gue ngerasa deg-degan banget dan rasanya udah hampir keringet dingin pas naik diatas panggung. Alhasil, kurangnya percaya diri ini menyebabkan gue ngomong gelagapan dan terlihat ngga jelas. Ya, tim gue ngga lolos ke babak berikutnya dan gue merasa bersalah karena mengecewakan teman-tem...

Hukum Lingkaran: Bagaimana Jiwa Sosial Anda Menandakan Bentuk Diri Anda

Pernahkah Anda berpikir bahwa siapa pun di sekitar Anda benar-benar membentuk siapa Anda, apa yang Anda pikir, dan apa yang Anda lakukan? Nah, inilah beberapa contoh: 1. Teman-teman yang selalu meminta Anda untuk bermain. Anda seorang siswa sangat termotivasi.  Karena Anda lulus dari sekolah tinggi Anda, Anda memiliki mimpi besar tentang masa depan Anda.  Anda ingin menjadi seorang peneliti di Mikrobiologi. Ketika Anda memasuki perguruan tinggi, di hari pertama Anda menemukan bahwa orang-orang di sekitar Anda yang tidak antusias seperti Anda dengan impian mereka.  Teman-teman Anda hanya mengambil hal-hal yang lambat dan membiarkannya. Pada awalnya, Anda berpikir bahwa itu tidak masalah.  Selama Anda tetap di jalur dengan diri sendiri, Anda masih bisa mencapai impian Anda dan bermain dengan semua orang. Tetapi kenyataannya adalah tidak indah, meskipun. Anda mulai kehilangan target Anda, Anda bermain lebih dari yang Anda pelajari.  Sebagian bes...

Kapan Waktu yang Tepat untuk Mulai Beriklan di Media Sosial?

Banyak yang bilang pasang iklan (khususnya di internet) itu kayak bakar duit. Katakanlah dalam sebulan itu Anda bisa habis ratusan ribu, bahkan sampai ratusan juta Rupiah hanya untuk beriklan di Facebook. Lalu hasilnya? Modal terkuras banyak, tapi perkembangan bisnis tetep stagnan atau bahkan menurun karena kebanyakan bakar duit. Mau untung, eh malah buntung. Sebetulnya saya gak mengharamkan jalan pintas lewat advertising. Justru sangat direkomendasikan karena memang beriklan di media sosial, itu bisa memberikan hasil yang efektif. Seru lagi… Tapi hati-hati kalau sampai terlalu banyak bakar duit… Karena dalam berbisnis, selain Anda dituntut untuk terus disiplin, konsisten, jago-jagoan strategi, tentunya Anda juga harus mengutamakan yang namanya  efficiency cost . Efisiensi biaya sangat penting, apalagi untuk perkembangan bisnis kecil-menengah. Nah, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan efficiency cost adalah dengan me...